Memoar Ketabahan Rakyat Indonesia

Tabah bukan hanya pada awal, bukan hanya pada pertengahan, tapi tabah haruslah sampai akhir..
Malam ini terasa begitu dinginnya, mungkin dikarenakan musim hujan telah tiba, mungkin juga karena perubahan iklim yang belakangan sibuk diteliti para ilmuwan. Kemungkinan semuanya akan berjalan lancar lancar saja semua yang ada di dunia akan kembali padanya. Demikian pula prediksi berbagai ilmuan yang banyak mengisi kolom teknologi tentang datangnya hari akhir pada tahun 2012.
Namun deikian deru mesin mesin pabrik juga tetap saja beroperasi, dan buruh buruh masih sangat tabah dalam menjalani setiap harinya dengan lembur lembur sampai 24 jam. Ketabahan memang tidak ada batasnya apalagi ketabahan rakyat Indonesia.
***
Ketabahan dipengaruhi pelbagai hal, diantaranya adalah lewat kesadaran, menurut sigmund freud, olah kesadaran terjadi pada ruang terdalam dari diri manusia, bahkan kesadaran sering pula muncul dari proses ketidaksadaran. Tidak sadar bahwa sedang dijajah, tidak sadar bahwa sedang ditipu, yang lebih parah tidak sadar ketika diperbudak. Adakah kesadaran hanya sekedar wacana?
Sebuah refleksi, pada tahun 1112 Saka atau tahun 1222 Masehi, terjadi sebuah pemberontakan didaerah kekuasaan Kediri, tepatnya di Tumapel pemberontakan ini memang lahir akibat ketidak tabahan masyarakat, karena kebijakan pajak dan perbudakan yang tak kenal kemanusian.
Dari sana mulai terlihat adanya nilai lebih, dari hanya sekedar menanam tanaman untuk kehidupan menjadi harus menyisihkan sebagian hasil panen dan ternak untuk membayar pajak kepada penguasa. Petani subsisten sudah tidak ada lagi, mulai diruntuhkan oleh penguasa itu sendiri, namun sebagian penduduk yang tak terima dengan berjalannya sistem tersebut melakukan pemberontakan. Arok merupakan salah seorang tokoh saja bagian dari rakyat yang merasa dirinya ditindas oleh penguasa.
Ketabahan. Dari zaman dahulu saat raja Erlangga memerintah kediri, rakyat nusantara khususnya rakyat Jawa memang tersohor oleh ketabahannya. Mulai dari berlakunya pajak yang memberatkan sampai penculikan anak anak gadis mereka, yang berujung pada perbudakan bujang bujangnya.
Bangsa kita hari ini pun menjadi bangsa yang paling tabah. PHK ribuan buruh saepertinya belum menjadi puncak dari penindasan penguasa. Kesadaran terhadap realita semu yang dibangun oleh media masa, elektronik, dan cetak menjadikan masyarakat ini kian lupa akan ketertindasannya. Dari sinilah ketabahan rakyat dimulai.
Melestarikan Ketabahan
Melestarikan ketabahan sah sah saja dilakuakan, ketimbang mendakwahkan kebohongan. Keberhasilan dakwah lewat berbagai kesempatan forum forum keagamaan hari ini semakin menyebabkan rakyat lari dari kesadaran akan ketertindasan Horisontal kepada ketabahan transendental.
Keterkaitan hubungan horisontal antara manusia yang satu mulai terlupakan. Kehidupan merupakan sebuah proses menuju ke alam kekal, kebanyakan masyarakat cenderung bila sudah tidak mendapatkan kebahagian di dunia hari ini, maka sudahlah tabah saja menjalani kehidupan dengan ketaqwaan demi mendapatkan kebahagian di kehidupan yang lain. Seperti yang diungkapkan Dedi Mizwar lewat film Para Pencari Tuhan.
Keyakinan kearah transenden lagi lagi menjadi senjata untuk menenangkan massa yang sudah jenuh. Musibah musibah yang terjadi, kemiskinan, kelaparan, kebodohan dinilai sebagai takdir dan sebuah proses yang harus dilalui demi menggapai kebahagian Abadi. Keadilan sosial yang termaktub dalam Pancasila terlupa
Padahal sedari tahun 1920 Tan Malaka sudah merumuskan bentuk Republik untuk Indonesia, kemudian Soekarno juga sudah merumuskan tentang sebuah Ideologi yang mampu mengintegrasikan seluruh bangsa dalam Pancasilanya itu. Ketabahan nampaknya sudah menghilangkan ke insyafan kita sebagai sebuah bangsa.
Tabah, malas, atau frustasi yang dialami kita sebagai bangsa. Beberapa kasus uji ketabahan berlangsung di bagian bagian kecil negeri ini. Pertama, ketabahan para orang tua yang anaknya menjadi korban peristiwa Trisakti, 1998. Sudah lebih dari sepuluh tahun mereka melakukan advokasi dan usaha untuk mendaapatkan keadilan demi buah hati tercinta namun aparatus negara tak bergeming. Bahkan aksi kamisan menjadai sebuah rutinitas tontonan biasa bagi aparat tersebut.
Ujian Ketabahan dari Penguasa
Kedua, ketabahan warga sidoarjo dan sekitarnya. Mereka tetap tabah meski sudah berulang kali datang ke Jakarta untuk mendapatkan kadailan atas kelaliman Lapindo Berantas. Sampai hari ini pun dana kompensasi masih belum jelas kapan mau dilunasi.
Ketiga, ketabahan anak anak kecil yang sering berjualan di (Universitas Negeri Jakarta) UNJ, mereka harus putus sekolah karena keterbatasan biaya dari orang tuanya. Orang tua lebih menyuruh mereka bekerja lantaran dengan bersekolah tidak bisa memberikan mereka rasa kenyang.
Keempat, pada tahun 2009 ketabahan warga Sukolilo, Pati Jawa tengah yang karena membela tanah mereka dari gusuran PT semen Gresik harus mengalami tidakan represif yang cukup keras dari aparat. Yaitu dengan menelanjangi massa aksi yang sebagian besar adalah wanita. Dan masih banyak lagi tes sumatif tentang ketabahan yang diberikan oleh penyelenggara negara terhadap rakyatnya.
Lalu bagaimana jadinya kalau ujian ketabahan itu gagal? Rakyat akan melawan? Mungkin akan ada peristiwa penjarahan yang lebih besar dari mei 1998, ketidak tabahan akan menyebabkan sebuah kerusuhan besar dalam negara (Chaos), atau bahkan sebuah rekonstruksi baru Indonesia. Kalau begitu masih mau tabah sampai akhir atau bergerak sekarang juga?

Categories: