SURAT UNTUK KAWAN #2

Kaya(secara ekonomi) itu ada dua perspektif. Pertama seorang dikatakan kaya bila memiliki uang yang tidak terbatas. Kedua, seorang dapat dikatakan kaya jika dapat menyederhanakan kebutuhan hidupnya. Kurang lebih itulah sebait wejangan dari seorang kawan. Mungkin tidak ada seorangpun di dunia ini yang memiliki hidup serba kekurangan dan terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Bahkan tanpa disaradari manusia-manusia di berbagai belahan bumi mengadopsi berbagai cara untuk mendapatkan kekayaan. Beruntung saya tinggal, hidup, dan berpenghidupan di tengah kawanan unik tidak memiliki cara pandang demikian. Kami semua, tidak terkecuali saya pernah berikrar untuk menjadikan hidup kami layaknya lilin yang habis terbakar namun dapat menerangi sekitar. Atau lebih besar lagi, menjadi matahari dengan sinarnya menerangi bumi tanpa mengurangi bagian dari dirinya. Kawan, belum lepas dari ingatan bahwa kita semua pernah secara sadar berada dalam organisasi. Tanpa bermaksud untuk romantisisme, namun itu juga kah yang membuat tiap pribadi kita menjadi seperti sekarang ini. Kawan, sebetulnya surat ini kutulis belakangan karena memang ada keresahan yang tidak bisa disampaikan secara lisan. Keresahan yang bukan berisi hal remeh temeh tapi memang untuk direfleksikan. Sungguh sangat disayangkan bila semua yang sudah kita mulai dahulu kini hilang tiada bekas. Kembali pada soal kekayaan. Kawan, mungkin sampai dengan hari ini kita masih berusaha sekuat tenaga membangun fondasi ekonomi untuk dapat dikatakan mapan. Baik yang sudah ataupun belum berkeluarga, kemapanan terdengar sangat menggiurkan untuk dicicipi bahkan dinikmati. Tapi, percaya atau tidak kawan itu hanya merupakan mitos bentukan kekuasaan. Sadarkah kau kawan untuk mencapai tahap kemapanan seperti bentukan kekuasaan tersebut tidak harus dengan bekerja siang dan malam. Cara sederhana untuk mencapai hal tersebut adalah dengan menjadi buta dan tuli terhadap realitas sosial yang ada di sekitar kita kawan. Dengan itu, kita menjadi semakin haus akan kemapanan, dan lupa akan hak dari seagian besar dari kita yang masih hidup dalam kelaparan.

Terkadang memang kita tidak menyadari bahwa mulai dari membuka mata saat bangun tidur sampai tidur kembali kita berada dalam cengkraman kekuasaan tersebut. Mungkin hanya lagu berjudul Bangun Tidur yang dinyanyikan Mbah Surip yang mampu menggambarkan hal tersebut. Percayalah kawan kekuasaan tersebut dapat dimusnahkan, kalau semua itu bisa kita lawan. Caranya lumayan gampang, dan sederhana. Dan satu lagi kawan tidak memerlukan banyak buku teori perlawanan untuk dibaca sebagai prasyaraatnya. Hanya dengan membuka mata dan telinga selebar-lebarnya terhadap kenyataan disekitar kita akan dapat melawannya kawan. Juga tidak lupa, kita harus tetap bersama kawan. Karena seberapapun besarnya diriku baik fisik maupun pengetahuan akan kalah besarnya dengan cengkraman kekuasaan. Analogi sederrhana dapat kita lihat dari lembaran-lembaran buku yang disatukan akan terasa lebih sulit untuk dirobek ketimbang dia sendirian. Ada sebuah jargon yang sampai hari ini membuat saya bertanya-tanya. Karam Kita Bersama Jaya Kita Berserak, ah mungkin jargon tersebut hanya sekadar sebuah kalimat. Dia hanya ada didalam teks dan tidak mewujud dalam kenyataan, kalu kita semua minimal dalam hati membuat kesepakatan untuk tetap bersama kawan. Untuk tetap terikat dalam kenyataan agaknya sebagaian peneliti dengan teori-teori kerennya pernah beranggapan bahwa organisasi adalah satu-satunya alat pengikatnya. Sayangnya, mungkin kita semua kawan, sudah sama-sama tau muara dari organisasi tersebut, khususnya di tanah air tempat kita makan, tidur, dan mungkin sampai dengan meninggal hanya sebuah pembodohan. Paling tidak sampai dengan hari ini kita masih bersama kawan. Meskipun tidak menjadi penerang bagi manusia lainnya. Belum menjadi pengguling rezim. Paling tidak kita masih tetap setia melakukan perlawanan tersebut dengan kebersamaan kita kawan. Tetap membuka mata dan telinga kita selebar-lebarnya terhadap realitas sosial yang ada di sekitar. Hah, saya merasa lega kawan, karena mungkin dalam iman meski kita sedang tahap terlemah, setidaknya kita sama-sama dapat menuliskan, tidak bungkam, tidak membuta dan menuli. Selamat pagi kawan. Tetap melingkar. Terus tularkan semangat kebersamaan, senasib sepenanggungan. Kesadaran kalau kita masih dalam kekuasaan kekuatan asing yang harus dimusnahkan. Jangan pernah lelah kawan untuk satu kebersamaan indah ini, agar nanti anak cucu kita tidak harus hidup dalam cengkraman kekuasan itu, agar mereka mendapat kemerdekaan 100% untuk menentukan jalan hidup dan penghidpannya masing-masing. Selamat beraktifitas kawan.