Yang Penting Gaya Coy,,

Ketika anda meliat sebuah tabung tersebut (Televisi), disitulah Amerikanisme Berjaya. Membuat anda lupa untuk berpikir karena lewat tabung itu tujuan hidup anda hanya menjadi kaya dan mapan seperti yang setiap hari disajikan (Noam Chomsky, Kuasa Media)

Manusia adalah inti perubahan. Waktu terus berjalan dan zaman kian berubah, perubahan demi perubahan bahkan iklim di dunia juga ikut berubah. Beberapa bulan terakhir ini situasi perairan yang buruk di tanah air mengakibatkan nelayan takut untuk berlayar mencari ikan. Padahal indonesia terletak di garis khatulistiwa seharusnya beriklim tropis. Kuasa manusia sebagai inti peubah zaman nampaknya tidak mampu merubah apa yang menjadi hukum alam, ataukah manusia sendiri yang membuat perubahan alam menjadi tidak bersahabat lagi.

Manusia dengan budaya dan peradabannya juga selalu berubah. Tergambar jelas dari tayangan di media elektronik tentang ganasnya serangan Amerika terhadap palestine awal tahun 2009. Kekerasan yang menyebabkan meninggalnya gubernur sumatra Utara dalam aksi pemekaran wilayah di Indonesia, juga menggambarkan kuatnya budaya kekerasaan, dan keterasingan rakyat Indonesia terhadap kebudayaan asli bangsanya. Kebudayaan bangsa yang cinta damai sudah mulai begeser. Chomsky mengungkapkan dalam kuasa media, media merupakan propaganda terhadap berbagai isu, dari satu peristiwa dapat menutupi peristiwa lainnya. Membuat masyarakat lupa akan permasahan yang lebih mendasar.

Selanjutnya anak anak bangsa Indonesia semakin terasing dengan budaya asalnya. Mereka lebih melihat budaya modern (pop) sebagai kiblat ketimbang budaya asli. misalnya Bahasa Indonesia yang dicetuskan sebagai bahasa persatuan sudah mulai tenggelam dengan istilah istilah asing dan bahasa campur sari yang digunakan sehari hari. Lalu bagaimana dengan bahasa daerah masing masing? Bila bahasa persatuan saja sudah mulai dilupakan akankah adat dan nilai nilai tradisi juga akan ikut hilang yang pada akhirnya membuat masyarakat melupakan identitas bangsa yang majemuk dan memiliki sebuah integritas yang dari 1944 dicetuskan founding fathersnya.

Idealnya kasus kasus seperti di sampit, kalimantan tidak perlu terjadi. Tawuran antar pelajar dan antar desa pun juga tidak perlu terjadi. Apakah berbagai konflik beradasarkan SARA (Suku Agama dan Ras) adalah bukti keterasingan kita sebagai rakyat Indonesia. Seandainya anak anak bangsa ini masih memegang pancasila serta pendidikan, peopngenalan terhadap kebudayaan juga nilai nilainya melekat dalam diri setiap generasi baru.

Pertumbuhan pusat pusat perbelanjaan besar dengan berbagai kafe didalmnya menjadi kebanggaan tersendiri bagi kepala daerah, lebih lebih dipinggir kota. Pusat perbelanjaanpun dijadikan kiblat baru generasi muda dalam bergaul. Bila pada tahun 1945 pemuda sibuk merumuskan kemerdekaan Indonesia. Hari ini sibuk menonton gosip terbaru atau acara reality show. Berkembangnya kebiasaan kebiasaan baru di masyarakat khususnya kaum terpelajar, kian menjadikan keterasingan bangsa dari budayanya sendiri. Budaya yang ditransformasikan lewat pendidikan kini tergerus dengan transformasi budaya lewat televisi serta berbagai media lainnya.

Identitas bangsa pun mulai tercabik. Bangsa yang dahulu dikenal memiliki sikap berani, berani menentang kolonialisme, berani berdaulat penuh, menjadi bangsa pengecut. Terbukti dari ketidak berdayaan kita mengendalikan sumberdaya alam kita tanpa bantuan infestor asing. Refleksi historis sebagai anak bangsa menjadi suatu hal yang tabu untuk dilakukan. Kita cenderung untuk merumuskan metode metode jitu agar mampu bersaing dalam persaingan bebas tenaga kerja. Selanjutnya model model kebijakan dalam pendidikan dibuat sedemikian rupa untuk melanggengkan hal tersebut.

Masyarakat konsumtif

Masyarakat konsumtif tercipta ditengah ketidak berdayaan bangsa atas serbuah informasi yang mengalir lewat berbagagai media. Pendidikan sebagai salah satu benteng terakhir pembendung arus globalisasi perlahan mualai dirobohkan. Perangkat pendidikan dari mulai menengah, lanjutan, sampai tinggi sudah menjdai lahan investasi yang dilegalkan pemerintah lewat UU BHP.

Karakter pragmatis dan oportunis dilihat sebagai sebuah kewajaran dengan alasan pasar bebas tenaga kerja. Universitas sebagai salah satu institusi pendidikan merasa nyaman akan sikap mencari keuntungan lewat mahasiswanya. Mereka tidak lagi peduli sebab yang terlintas hanya sirkulasi dana, dan berapa quota mahasiswa baru yang dapat diserap kedalam.

Budaya kritis dan transformatif kian surut, mati suri, dalam Universitas. Selanjutnya yang timbul adalah manusia manusia yang mengaktualisasikan diri dengan gaya rambut, pakaian, bahkan makanan dengan trend yang dibuat negara negara produksi. Pembagian masyarakat menjadi 80 : 20 yang dibahas dalam Forum Fairmouth tahun 1995 yang diketuai Michael Gorbacev menarik untuk dibahas. 80:20 maksudnya adalah 80% pendudukan sebagai konsumen dari 20% masyarakat yang berhasil menciptakan proses kreatifitas dan berproduksi.

Kehadiran pasar bebas memungkinkan hal tersebut terjadi. Uraian Gorbacev jelas terlihat dalam masyarakat, khususnya di Indonesia. Kelompok terpelajar (mahasiswa) cenderung merasa eksis ketika dirinya mengikuti trend (fashion) terkini. Daripada berpikir tentang suatu permasalahan. Keterasingan seseorang yang berpikir mendasar tentang masa depan serta permasahan sosial secara mendalam sudah pasti terjadi. Eksistensi manusia adalah untuk menjadi, seperti uraian Ane Lie bahwa manusi itu bukan hanya mengada (being) tapi juga menjadi (becoming). Manusia seperti itu sudah langka di Indonesia. Bahkan dianggap menyimpang dalam peradaban (gila).

Menilik arus besar budaya yang berjalan hanya satu arah yaitu, dari negara maju kenegara berkembang yang selanjutnya menghegemoni negara tersebut. Hegemoni yang dilakukan lewat budaya sedemikian halusnya sampai rakyat tidak sadar akan usaha penjajahan dalam tempo waktu yang lama sedang dirancang. Kelebihan produksi menyebabkan mereka (negara produksi) menghalalkan penjajahan baru tersebut. Menjadikan budaya sebagai alat.

Lewat dalih globalisasi produk produk mereka mengalir dengan derasnya. Masyarakat pun menjadi terbiasa dengan produk pruduk luar negeri. Mulai dari sandang, pangan, papan. Seandainya hal tersebut terus terjadi lalu apa bangsa ini akan terus dijajah? Dijajah lewat kebudayaan, ekonomi, politik. Kemerdekaan secara de facto dan de jure yang telah tercatat dalam sejarah perlu dipertanyakan lagi. Mungkinkah kita merdeka dari segala bentuk penjajahan? Hendaknya merdeka 100% bisa terwujud melalui anak anak zaman yang sadar dan mengenal Indonesia, dari Nusantara, Hindia Belanda, sampai Bhineka Tunggal Ika, bukan hanya anak zaman mengusung tema yang penting gaya coy..

Categories: